Channel 14 Israel melaporkan bahwa tentara Israel meninggalkan pos Netzarim (Persimpangan Syuhada) yang didirikan untuk memisahkan Kota Gaza dan wilayah utara dari bagian tengah dan selatan Gaza. Mereka dilaporkan pergi sambil menangis, merasa bahwa apa yang telah mereka lakukan selama lebih dari setahun di Gaza “sia-sia.”
Tentara pendudukan Israel mundur dari pos Netzarim pada Senin pagi, setelah tercapainya kesepakatan antara Hamas dan Israel yang melibatkan pembebasan 6 tahanan Israel, termasuk tahanan Arbel Yehud, dengan imbalan diizinkannya pengungsi Palestina untuk kembali ke Gaza Utara mulai Senin pagi.
Setelah mundurnya tentara dari Netzarim, yang didirikan sejak awal serangan darat pada 27 Oktober 2023, puluhan ribu pengungsi mulai kembali melalui dua jalan utama. Salah satunya adalah Jalan Al-Rashid, yang dipadati ribuan warga yang kembali berjalan kaki, sementara ribuan lainnya mulai kembali menggunakan kendaraan dari Gaza Selatan melalui pos Netzarim.
Reporter militer Channel 14, Halil Rozen, mengatakan, “Saya bisa katakan bahwa para tentara yang meninggalkan pos Netzarim melakukannya sambil menangis. Mereka merasa semua yang mereka lakukan selama lebih dari setahun di Gaza menjadi sia-sia.”
Ia menambahkan, “Hal ini sangat memicu kemarahan. Jika dulu harga yang harus dibayar adalah pembebasan tahanan keamanan, kini biayanya adalah operasional. Gaza Utara sekarang terbuka lebar, mereka (perlawanan) akan menanam alat peledak di bawah tanah dan memasang ranjau di lokasi yang belum kami garap.”
Rozen juga memperingatkan, “Jika sebelumnya ada ribuan pejuang bersenjata di daerah Beit Hanoun dan Jabalia, sekarang jumlahnya bisa meningkat menjadi lebih dari 10 ribu. Jika perang berlanjut, kita akan menghadapi pertempuran sengit yang tak kalah berat dari sebelumnya.”
Ia juga menyebut bahwa penguatan pertahanan dan penyelundupan senjata di Gaza Utara akan membuat setiap operasi militer di masa depan menjadi lebih berbahaya dan rumit.
Menurutnya, “Hal ini menjadi pukulan besar bagi semua upaya yang dilakukan pasukan kami di Gaza. Sekarang, tampaknya semuanya terbuang sia-sia.”
Kembalinya para pengungsi Palestina ke Gaza Utara terjadi setelah berbulan-bulan serangan udara dan blokade Israel yang menyebabkan pengungsian paksa ratusan ribu warga Palestina.
Selama masa tersebut, mereka menghadapi kondisi hidup yang keras, termasuk kelaparan dan terhalangnya bantuan makanan. Perjalanan pulang ini menjadi momen luar biasa yang penuh harapan sekaligus kesedihan.
Pada 19 Januari, perjanjian gencatan senjata antara perlawanan Palestina dan Israel mulai berlaku. Tahap pertama berlangsung selama 42 hari, diikuti negosiasi untuk memulai tahap kedua dan ketiga dengan mediasi Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat.
Sumber: Al Jazeera