Spirit of Aqsa- Juru bicara militer Brigade Al-Qassam, Abu Ubaidah, mengungkapkan bahwa militer pendudukan Israel baru-baru ini menyerang sebuah lokasi yang menampung sejumlah tawanan Israel, bahkan mengulangi serangan tersebut untuk memastikan kematian mereka.
Melalui akun Telegram-nya, Abu Ubaidah menyatakan, “Brigade Al-Qassam memiliki informasi intelijen yang mengonfirmasi bahwa musuh sengaja menyerang lokasi tersebut dengan tujuan membunuh para tawanan dan penjaga mereka.” Ia juga menyebut bahwa para pejuang Al-Qassam telah berusaha menyelamatkan tawanan yang menjadi sasaran, dan berhasil mengevakuasi salah satu dari mereka. Namun, nasib tawanan itu belum diketahui.
Abu Ubaidah menuding Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang ia sebut sebagai penjahat perang, beserta pemerintah dan militernya, bertanggung jawab penuh atas insiden tersebut dan nasib para tawanan mereka.
Setelah pernyataan tersebut, Brigade Al-Qassam merilis sebuah video yang menampilkan bagian tubuh salah satu tawanan yang diyakini sebagai tawanan yang berhasil dievakuasi. Dalam keterangan videonya, Al-Qassam menulis, “Netanyahu dan Halevi berupaya menyingkirkan tawanan mereka di Gaza dengan segala cara.”
Dalam dua pekan terakhir, Al-Qassam telah merilis dua rekaman tawanan Israel, salah satunya berkewarganegaraan Amerika. Dalam rekaman itu, para tawanan mengkritik keras Netanyahu dan menyalahkannya atas penahanan mereka yang berlarut-larut di Gaza. Mereka juga membahas kondisi penahanan dan perlakuan yang mereka terima.
Pada 3 Desember 2024, Hamas mengumumkan bahwa 33 tawanan Israel yang mereka tahan telah tewas, sebagian besar akibat serangan udara Israel di berbagai wilayah Jalur Gaza sejak agresi dimulai pada Oktober 2023.
Sebelumnya, pada awal September 2023, Al-Qassam juga merilis rekaman suara enam tawanan Israel. Militer Israel mengklaim telah menemukan jasad mereka di sebuah terowongan di kota Rafah, Gaza Selatan, awal bulan tersebut. Di antara mereka terdapat Hirsh Goldberg, yang juga berkewarganegaraan Amerika.
Dalam semua rekaman tersebut, para tawanan menuding pemerintah Israel di bawah Netanyahu serta aparat keamanan dan militernya atas insiden yang terjadi pada 7 Oktober 2023. Mereka mendesak segera diadakannya pertukaran tawanan dan mendukung aksi demonstrasi rakyat yang menuntut pembebasan mereka dalam keadaan hidup.
Sumber: Al Jazeera