Spirit of Aqsa- Seperti seorang anak yang penuh rasa ingin tahu, Hala Asfour menutup mata sebelum membuka hadiah dari tunangannya, Mohammad Salama. Bukan bunga atau barang mewah, melainkan “seikat roti” yang diperoleh dengan perjuangan keras. “Ini bukan sekadar roti, ini adalah hadiah pertama sejak kami bertunangan bulan lalu. Hadiah ini akan selalu dikenang,” ujar Hala.

Hala, seorang jurnalis yang bekerja di lapangan bersama Mohammad, menyatakan bahwa seikat roti adalah hadiah paling berharga di tengah perang dan kelaparan. Dalam panggilan telepon sehari sebelumnya, Hala mengeluh bahwa ia akan tidur dalam keadaan lapar karena keluarganya yang mengungsi di Khan Yunis Barat tidak memiliki makanan apa pun, termasuk roti.

Kondisi ini mendorong Mohammad, yang berusia 24 tahun, untuk bangun di pagi buta dan menuju satu-satunya toko roti yang masih buka di Khan Yunis. Setelah berjam-jam mengantri, ia berhasil membawa pulang seikat roti, yang langsung disembunyikannya di dalam tas peralatan jurnalistik untuk menghindari perhatian dari orang-orang lapar lainnya.

Saat bertemu Hala di mobil kerja, Mohammad menyerahkan “hadiah berharga” tersebut. “Dia memintaku menutup mata, lalu menyerahkan roti itu. Aku memeluk roti itu dengan air mata dan senyum,” kata Hala.

Tidak hanya roti, bagi pasangan Gaza, hadiah seperti sebungkus mi instan atau sebutir telur pun memiliki nilai istimewa di tengah kelangkaan makanan. Abdullah Al-Masri, seorang pemuda Gaza lainnya, menempuh jarak jauh untuk mendapatkan mi instan sebagai kejutan bagi istrinya. “Saya hanya ingin membuatnya bahagia, meskipun situasi ini begitu sulit,” ujarnya.

Kelaparan Meluas

Lebih dari 1,8 juta penduduk Gaza kini menghadapi tantangan berat untuk mendapatkan makanan di tengah kelangkaan bahan pokok seperti tepung dan melonjaknya harga barang. Sebuah telur kini berharga sekitar USD 3, sementara harga tepung bisa mencapai USD 15 per kilogram.

Israel memperketat blokade di perbatasan, membatasi masuknya bantuan kemanusiaan dan barang dagangan. Komisioner Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, mengumumkan penghentian distribusi bantuan melalui perbatasan Karam Abu Salem karena alasan keamanan. “Pengiriman bantuan kemanusiaan tidak seharusnya menjadi misi yang penuh risiko,” katanya.

Menurut laporan, sejumlah besar bantuan telah diserang dan dijarah oleh kelompok bersenjata. Lazzarini menegaskan bahwa sebagai kekuatan pendudukan, Israel bertanggung jawab untuk memastikan kelancaran dan keamanan distribusi bantuan ke Gaza.

Amjad Al-Shawa, wakil dari lembaga independen Palestina untuk hak asasi manusia, mengungkapkan bahwa gudang-gudang UNRWA dan Program Pangan Dunia kini kosong. “Warga Gaza menghadapi bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ujarnya.

(Sumber: Al Jazeera)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here