Spirit of Aqsa- Mantan Menteri Intelijen Afrika Selatan, Ronnie Kasrils, menegaskan, masa depan Israel dan ideologi Zionisme sudah berada di ujung tanduk.
Dalam sebuah artikel di Palestine Chronicle, Kasrils menyatakan bahwa “tak ada kata-kata yang cukup untuk menggambarkan kehausan darah dari rezim Israel dan masyarakat yang mendukungnya,” mengingat jumlah korban di Gaza yang mencapai lebih dari 17 ribu anak dari total sekitar 42 ribu korban sejak agresi dimulai pada 7 Oktober 2023.
Kasrils menyebutkan hasil studi dari Universitas Brown yang menunjukkan 90% penduduk Gaza menjadi pengungsi, 96% kekurangan makanan dan air, serta listrik dan fasilitas medis hampir sepenuhnya hancur. Empat dari lima anak di Gaza kini mengalami depresi, kesedihan, dan ketakutan.
Ia juga menyoroti bahwa “Zionis dan sekutu liberalnya” membenarkan pembantaian ini sebagai “pembalasan yang sah” atas Operasi Thawra Aqsa, meski hak perlawanan bersenjata terhadap pendudukan diakui internasional, sementara tidak ada hak untuk membela diri bagi penjajah.
Kasrils mengingatkan bahwa mereka yang mengecam perlawanan perlu memahami konteks sejarah 75 tahun penindasan kolonial dan pembersihan etnis di Palestina, serta blokade ketat Gaza selama 17 tahun dan ribuan tahanan Palestina yang kini ditahan Israel.
Kasrils menekankan bahwa setiap orang yang memahami sejarah revolusi melawan perbudakan dan kolonialisme tahu bahwa kekejaman sering terjadi ketika orang tertindas bangkit, dan bahwa represi adalah akar kekerasan serta penghentian represi adalah jalan menuju perdamaian.
Ia juga mengkritik standar ganda dalam pemberitaan, dengan menyatakan bahwa “seolah-olah nyawa orang Israel lebih berharga, sementara Palestina dianggap kelas dua.” Menurutnya, logika dehumanisasi ini merupakan dasar dari fasisme dan kolonialisme, dan menyerukan semua pihak untuk menentangnya.
Kasrils menunjukkan bahwa kekejaman ini tidak mungkin berlanjut tanpa dukungan Amerika Serikat, yang menghabiskan 22 miliar dolar untuk bantuan militer Israel tahun lalu. Namun, hal itu tak menghalangi pergerakan besar di kampus-kampus Amerika, di mana banyak pemuda, termasuk warga Yahudi, kini memperjuangkan keadilan.
Kasrils menambahkan bahwa 40% orang Yahudi di bawah usia 35 di Amerika Serikat menentang Zionisme dan mendukung Palestina. Menurutnya, mereka memahami bahwa Yudaisme telah ada jauh sebelum berdirinya Israel, dan akan tetap ada setelah Israel dalam bentuk saat ini berakhir.
Kasrils juga menyoroti ketidakstabilan Israel, dengan perpecahan dalam masyarakatnya, serta ekonomi yang terpuruk akibat krisis, pelarian modal, penurunan investasi asing, dan penurunan PDB yang cepat. Tahun lalu, Israel kehilangan sekitar 64 miliar dolar, dan tahun ini diperkirakan lebih buruk dengan lebih dari setengah juta warga yang pergi meninggalkan negara tersebut.
Di sisi lain, Kasrils menegaskan bahwa meski kondisi perang sangat sulit, perlawanan tetap hidup, sebagaimana terlihat dalam ketabahan pemimpin Hamas Yahya Sinwar dan seorang gadis kecil yang menggendong adiknya di tengah reruntuhan.
Ia menutup artikelnya dengan mengatakan, “Zionisme belum mati, tetapi jelas sedang sekarat. Biaya perjuangan ini sangat besar, namun mereka yang telah gugur akan memenangkan perang ini.”
Sumber: Al Jazeera