Spirit of Aqsa- “Bagaimana kami bisa pulih dari pembantaian ini?” tanya Abu Muhammad al-Madhoun saat menerima kabar dari tetangganya bahwa rumah ketiganya di Beit Lahia telah dihancurkan oleh pasukan Israel dalam operasi militer terbaru di Gaza Utara.
Luka Abu Muhammad belum sembuh setelah rumahnya dihancurkan dan bangunan apartemennya dibakar oleh pasukan Israel di Beit Lahia pada bulan-bulan pertama perang di Gaza. Salah satu rumah yang dihancurkan saat ini sebelumnya juga telah dibom pada pertempuran “Pedang Yerusalem” tahun 2021, tetapi telah dipugar.
Abu Muhammad mengatakan kepada Al Jazeera bahwa “kesedihan dan penderitaan telah membebani wajah keluarganya, yang tak pernah membayangkan harus kehilangan semua yang mereka miliki dalam semalam.”
Kini, Abu Muhammad dan keluarganya tidak lagi memiliki tempat tinggal di Gaza Utara. Namun, dia bertekad untuk kembali dan hidup di atas reruntuhan rumahnya, daripada menjalani pengungsian yang sulit, hingga akhirnya menetap di tenda di Deir al-Balah, Gaza Tengah.
Menurut PBB dan organisasi hak asasi manusia, militer Israel sengaja menghancurkan rumah-rumah di Gaza Utara untuk memaksa pengusiran paksa warga dan mencegah mereka kembali. Namun, Abu Muhammad menegaskan bahwa “warga Gaza bertekad untuk kembali ke rumah mereka, dan penjajah tidak akan mencapai tujuannya.”
Kehancuran Besar-besaran
Data dari Pusat Satelit PBB menunjukkan bahwa militer Israel telah menghancurkan 34.476 bangunan di Gaza Utara, baik secara total maupun sebagian, sejak awal perang pada 7 Oktober 2023 hingga 6 September 2024.
Selama 18 hari berturut-turut, militer Israel terus melanjutkan operasi darat ketiga di Gaza Utara. Menggunakan kekuatan militer besar-besaran, mereka menghancurkan rumah dan bangunan di berbagai wilayah melalui serangan udara, peledakan rumah, hingga penggunaan robot dan bom barel.
Al Jazeera mendapatkan citra satelit yang menunjukkan kehancuran di empat wilayah utama di Gaza Utara, yakni Falouja, Jabalia, Beit Lahia, dan Beit Hanoun. Citra satelit itu mengungkapkan skala kehancuran yang besar di wilayah tersebut selama Oktober 2024, jika dibandingkan dengan kondisi sebelum perang dimulai.
Wilayah Bencana
Pada bulan Juni lalu, pertahanan sipil Palestina di Gaza menyatakan bahwa Gaza Utara dan Gaza sebagai wilayah “bencana” yang tak lagi layak huni akibat kerusakan besar yang disebabkan oleh militer Israel sejak awal perang.
Dr. Muhammad al-Mughair, Direktur Jenderal Manajemen Logistik Pertahanan Sipil di Gaza, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa tingkat kerusakan di wilayah Gaza Utara, yang meliputi Jabalia, Beit Hanoun, dan Beit Lahia, telah mencapai 95% untuk infrastruktur perumahan, sementara infrastruktur umum rusak sepenuhnya.
Gaza Utara mencakup 62 kilometer persegi atau 17% dari total wilayah Gaza yang luasnya 365 kilometer persegi.
Sejak awal serangan, militer Israel telah menjatuhkan lebih dari 83.000 ton bahan peledak di Gaza, yang mengubah wilayah tersebut menjadi puing-puing. Menurut Kementerian Pekerjaan Umum di Gaza, lebih dari seperempat juta unit perumahan hancur total atau sebagian, dan lebih dari 80% jalan raya rusak parah.
Dengan dukungan AS, Israel telah melancarkan perang ini sejak 7 Oktober 2023, menyebabkan lebih dari 142 ribu korban jiwa dan luka-luka, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak. Selain itu, lebih dari 10 ribu orang hilang di tengah kehancuran besar dan kelaparan yang menewaskan anak-anak dan lansia.
Israel terus melakukan serangan ini meskipun ada seruan dunia internasional, termasuk Dewan Keamanan PBB yang meminta penghentian segera perang, serta perintah dari Mahkamah Internasional untuk mencegah genosida dan memperbaiki situasi kemanusiaan yang buruk di Gaza.