Spirit of Aqsa- Israel menghadapi kerugian ekonomi yang besar akibat perang yang terus berlangsung di Gaza, ditambah dengan buruknya manajemen kebijakan keuangan pemerintah, menurut laporan terbaru dari surat kabar Israel Haaretz.

Meskipun Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terus berbicara mengenai “kemenangan penuh,” kenyataan ekonomi menunjukkan gambaran yang jauh berbeda, di mana Israel kini mengalami resesi ekonomi yang kemungkinan akan berlangsung lama.

Laporan tersebut mengungkapkan bahwa sejak perang dimulai, ekonomi Israel telah menyusut sebesar 1,5%, menurut perkiraan resmi. Angka ini mencerminkan ketidakmampuan ekonomi untuk pulih dari kerusakan yang terjadi selama minggu-minggu pertama perang.

Haaretz mencatat bahwa perang menyebabkan penurunan signifikan dalam ekspor dan investasi, yang secara langsung memengaruhi Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut.

Selain itu, seluruh lembaga pemeringkat kredit utama – Moody’s, Standard & Poor’s, dan Fitch – telah menurunkan peringkat kredit Israel, yang semakin memperumit situasi ekonomi.

Laporan ini menjelaskan bahwa penurunan peringkat kredit disebabkan oleh meningkatnya defisit anggaran dan pengeluaran besar-besaran yang terus berlanjut untuk perang. Standard & Poor’s memperingatkan bahwa ekonomi Israel bisa mencatat pertumbuhan nol pada 2024, sementara proyeksi pertumbuhan untuk 2025 hanya mencapai 2,2%, jauh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.

Biaya Perang dan Dampaknya Langsung

Salah satu aspek utama dampak ekonomi dari perang ini adalah peningkatan besar dalam pengeluaran militer. Perkiraan menunjukkan bahwa biaya perang telah mencapai miliaran, dengan tingginya biaya pembelian bahan bakar dan peralatan militer.

Sebagai contoh, perusahaan listrik Israel menghabiskan ratusan juta shekel untuk membeli solar guna memastikan pasokan energi dalam keadaan darurat, yang secara signifikan memengaruhi kinerja keuangan perusahaan tersebut.

Meskipun ini mencerminkan pentingnya perusahaan listrik bagi ekonomi Israel, biaya yang tinggi akan terus memberikan tekanan pada anggarannya selama bertahun-tahun ke depan.

Haaretz juga menambahkan bahwa Israel menghadapi biaya tambahan terkait pembangunan kembali kawasan perbatasan Gaza dan menjaga keamanan di wilayah tersebut. Meskipun sebagian biaya ini mungkin akan ditutupi oleh bantuan internasional, beban utama tetap akan jatuh pada ekonomi Israel yang sudah terkena dampak.

Dengan penurunan peringkat kredit, semakin sulit bagi pemerintah Israel untuk meminjam dana dengan suku bunga yang wajar. Ini berdampak langsung pada kemampuan pemerintah untuk mendanai proyek-proyek rekonstruksi atau bahkan menutupi defisit anggaran yang terus meningkat.

Menurut Haaretz, perkiraan defisit anggaran untuk tahun 2025 telah mencapai rekor tertinggi akibat pengeluaran militer dan bantuan kemanusiaan.

Apakah Skenario Ini Bisa Dihindari?

Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa perang bisa menjadi lebih sedikit biaya jika pemerintah membuat keputusan yang lebih baik. Para ahli ekonomi berpendapat bahwa perang bisa dipersingkat jika tujuan militer lebih realistis.

Sebagai contoh, jika tujuan militer difokuskan pada melemahkan Hamas dan memastikan mereka tidak dapat melancarkan serangan lagi seperti serangan pada 7 Oktober, maka kemenangan bisa diumumkan lebih cepat, sehingga mengurangi kerugian ekonomi.

Terkait ekonomi global, laporan tersebut menyebutkan bahwa dampak perang terhadap ekonomi dunia sejauh ini masih terbatas, kecuali untuk beberapa negara tetangga seperti Mesir dan Yordania.

Namun, Haaretz memperingatkan bahwa eskalasi dengan Iran dapat mengubah situasi secara drastis. Jika Israel memutuskan untuk menyerang fasilitas minyak Iran, sekitar 4 juta barel minyak per hari bisa berhenti mengalir ke pasar, yang diperkirakan akan menaikkan harga minyak global hingga 13 dolar per barel, menurut ahli yang berspesialisasi di bidang ini.

Kenaikan harga minyak ini bisa memburuk jika Iran atau sekutunya, seperti kelompok Houthi di Yaman, memutuskan untuk menyerang fasilitas minyak di Arab Saudi atau Uni Emirat Arab, atau bahkan menutup Selat Hormuz, yang menjadi jalur sepertiga produksi minyak dunia.

Kemenangan yang Mahal

Meskipun ada harapan bahwa perang akan segera berakhir, tantangan ekonomi akan tetap ada dalam jangka panjang, menurut Haaretz. Standard & Poor’s memperkirakan bahwa PDB per kapita Israel akan menyusut sebesar 0,2% tahun ini, mencerminkan penurunan standar hidup. Selain itu, inflasi terus meningkat, menambah tekanan pada rumah tangga Israel.

Meskipun Netanyahu mungkin akan berusaha mengumumkan “kemenangan penuh” di Gaza, kenyataan ekonomi menunjukkan bahwa kemenangan ini sangat mahal. Tantangan ekonomi yang dihadapi Israel akan terus berdampak selama bertahun-tahun, membuat stabilitas ekonomi sulit dicapai dalam situasi saat ini.

Sumber: Haaretz

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here