Spirit of Aqsa– Setelah 20 tahun memimpin Hamas, Ismail Haniyah syahid dalam serangan udara Israel di Teheran, Iran. Kini, Haniyah ‘berkumpul’ dengan pendiri Hamas, Ahmad Yasin, dan salah seorang pendiri sayap militer Hamas, Abdul Aziz Al-Rantisi yang telah terlebih dahulu syahid.

Hamas mengumumkan kematian Haniyah pada Rabu (31//2024) dan menyampaikan belasungkawa kepada rakyat Palestina, dunia Arab, dan umat Islam. Haniyah gugur setelah menghadiri pelantikan presiden Iran yang baru, Masoud Pezeshkian.

Haniyah, yang berusia 58 tahun, lahir di kamp pengungsi Shati di Gaza dan telah lama menjadi tokoh sentral dalam politik dan diplomasi Hamas. Dia menjabat sebagai Ketua Biro Politik Hamas sejak 2017, dengan masa jabatan kedua dimulai pada 2021. Sebelumnya, Haniyah pernah menjadi Perdana Menteri Palestina dari 2006 hingga 2007.

Israel memiliki sejarah panjang dalam menargetkan para pemimpin Hamas. Pada 2004, pendiri Hamas, Sheikh Ahmed Yassin, dan penggantinya, Abdul Aziz al-Rantisi, juga syahid dalam serangan Israel. Setelah kematian mereka, Haniyah mengambil alih kepemimpinan Hamas di Gaza.

Haniyah berasal dari keluarga pengungsi Palestina yang diusir dari desa Jura, dekat Ashkelon, pada tahun 1948. Dia meninggalkan Gaza pada 2019 dan menetap di Qatar. Haniyeh memiliki 13 anak, tiga di antaranya tewas dalam serangan udara Israel pada April 2024.

Pendidikan Haniyeh dimulai di sekolah-sekolah UNRWA di Gaza, dan dia meraih gelar dalam Sastra Arab dari Universitas Islam Gaza pada 1981. Aktivisme politiknya dimulai dalam “Kelompok Islam”, sayap mahasiswa Ikhwanul Muslimin yang kemudian menjadi Hamas.

Haniyah beberapa kali ditahan oleh Israel. Penangkapan pertama terjadi pada 1987 selama 18 hari, diikuti dengan penahanan administratif selama enam bulan pada 1988, dan penangkapan ketiga selama tiga tahun pada 1989. Pada 1992, dia diusir ke Lebanon Selatan bersama para pemimpin Hamas lainnya selama setahun.

Selama kepemimpinannya, Haniyah selamat dari beberapa upaya pembunuhan, termasuk serangan udara yang melukai tangannya pada 2003 dan serangan pada iring-iringannya pada 2006. Rumahnya di Gaza juga beberapa kali menjadi sasaran serangan selama perang.

Haniyah dikenal sebagai orator ulung dan menjadi salah satu pemimpin muda Hamas selama Intifada Pertama. Dia menjadi kepala staf Sheikh Ahmed Yassin pada 1997 dan memimpin blok “Perubahan dan Reformasi” dalam pemilu legislatif 2006 yang dimenangkan Hamas.

Setelah pengambilalihan Gaza oleh Hamas pada 2007, Presiden Mahmoud Abbas memberhentikan Haniyeh sebagai Perdana Menteri. Sejak itu, Haniyeh memimpin Hamas di Gaza hingga 2017, sebelum digantikan oleh Yahya Sinwar.

Haniyah tetap menjadi tokoh penting dalam Hamas dan terpilih kembali sebagai Ketua Biro Politik pada 2017 dan 2021. Pada 2018, Departemen Luar Negeri AS memasukkan namanya dalam daftar teroris di tengah meningkatnya ketegangan antara Washington dan Palestina.

Selama perang terbaru Israel di Gaza yang dimulai pada Oktober 2023, Haniyah kehilangan cucunya dalam serangan udara pada November 2023 dan tiga anak serta tiga cucunya dalam serangan udara pada April 2024.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here