Spirit of Aqsa- Militer Israel mengumumkan, Brigade 162 telah memulai operasi militer “kejutan” di Jalur Gaza tengah. Mereka mengklaim operasi tersebut dilakukan berdasarkan informasi intelijen.
Operasi tersebut ditandai dengan angkata udara Israel melancarkan pengeboman ke Jalur Gaza tengah. Militer Israel mengklaim, serangan udara dilakukan untuk mendukung angkatan darat memasuki Jalur Gaza tengah.
“Pasukan menemukan platform peluncuran roket selama operasi mereka yang dimulai di Jalur Gaza tengah,” demikian klaim militer Israel dalam sebuah pernyataa, dikutip Aljazeera, Kamis (11/4/2024).
Operasi tersebut dilakukan oleh kelompok tempur yang terkait dengan Brigade 401, serta kelompok tempur yang terkait dengan Brigade Nahal, dan unit lainnya di bawah komando Brigade 162.
Sementara, Radio Angkatan Bersenjata Israel sebelumnya, pasukan Israel memulai operasi militer di sekitar kamp pengungsi Nusseirat di Jalur Gaza tengah. Operasi itu dimulai dengan serangkaian serangan udara di daerah tersebut.
“Kita harus meningkatkan operasi di Rafah, Deir al-Balah, dan Nusseirat, dan sebagian darinya dimulai hari ini, memastikan bahwa Angkatan Bersenjata Israel bertindak dan melanjutkan operasi,” kata Menteri Keuangan Israel, Avigdor Smotrich.
Tentang kemungkinan serangan darat terhadap kota Rafah, Jalur Gaza selatan, dia mengatakan, “masuk akal untuk masuk ke Rafah, dan kita harus meningkatkan tekanan militer.” Smotrich adalah anggota Kabinet Israel yang memutuskan kebijakan perang.
Militer Israel beberapa hari lalu mengumumkan penarikan semua pasukan darat dari Khan Yunis, Jalur Gaza selatan, termasuk Brigade 98 dengan tiga batalyonnya. Mereka ditarik setelah pertempuran selama 4 bulan. Hanya Brigade Nahal yang tersisa yang beroperasi di Koridor Netzarim untuk memisahkan utara dari tengah dan selatan.
Media Israel saat itu melaporkan, penarikan Brigade 98 dari Khan Yunis merupakan bagian dari persiapan untuk operasi di Rafah.
Yedioth Ahronoth juga melaporkan, mengutip sumber-sumber di IDF, salah satu alasan penarikan untuk memberikan tempat bagi pengungsi yang akan diminta untuk meninggalkan Rafah, sambil mengonfirmasi bahwa tidak ada keterkaitan antara tekanan Amerika yang diberlakukan pada Israel dan penarikan dari Khan Yunis.
Pada Rabu (9/4/2024), saluran Ibrani 12 melaporkan, diskusi panas terjadi dalam pertemuan Kabinet pada Selasa (8/4/2024), setelah penarikan pasukan dari Khan Yunis dan penundaan operasi di Rafah di selatan wilayah Gaza.
“Ketegangan dan diskusi panas terjadi antara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan beberapa menterinya di satu sisi, dan Kepala Staf Herzi Halevy di sisi lain mengenai penundaan operasi militer yang diantisipasi di Rafah,” demikian Saluran 12