Spirit of Aqsa, Gaza – Hamas telah menolak tawaran investasi senilai 15 miliar dollar Amerika Serikat ( AS) atau Rp 218 triliun untuk beragam proyek di daerah kantong pantai. Hamas menolak tawaran itu karena harus ditukar dengan peletakan senjata dan pelucutan kekuatan di Palestina. Hal itu disampaikan oleh Ketua Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, kepada kantor berita Maan pada Senin (27/7/2020).
“Dua bulan lalu, para mediator mengkomunikasikan tawaran kepada gerakan, yang mengusulkan investasi miliaran dollar AS ke proyek-proyek infrastruktur, termasuk pembangunan bandara dan pelabuhan,” kata Haniyeh.
Dilansir dari TASS pada Senin, Haniyeh menambahkan sebagai imbalannya Hamas harus meletakkan senjata dan menghentikan perlawanan kepada Israel. Menurut Haniyeh, Jalur Gaza sangat membutuhkan infrastruktur. Namun dia menyatakan hal itu tidak bisa ditukar dengan hak-hak warga Palestina untuk kembali ke tanah airnya.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada 28 Januari. Pertemuan tersebut membahas apa yang Trump sebut sebagai Middle East Plan atau Rencana Perdamaian Timur Tengah.
Kesepakatan itu adalah rencana untuk mencapai kesepakatan damai antara Israel dan Palestina yang didasarkan atas saling mengakui kedaulatan kedua negara. AS mengusulkan untuk menghubungkan wilayah Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat dengan layanan kereta api cepat.
AS juga mengusulkan Yerusalem Timur diserahkan kepada Palestina dan menjadikannya sebagai ibu kota Palestina. Pada saat yang sama, Trump juga menyebut Yerusalem sebagai “ibu kota Israel” yang belum terbagi dan mengumumkan niat AS untuk mengakui kedaulatan Israel atas permukiman Yahudi yang didirikan di wilayah Palestina.
Sebagai syarat untuk proses damai, Trump juga mengatakan bahwa pemerintah Palestina harus mendukung Hamas untuk meninggalkan cara-cara pertempuran bersenjata. Untuk semakin menarik minat usul perdamaian, AS berjanji bahwa kesepakatan itu akan mendatangkan investasi sebesar 50 miliar dollar AS atau Rp 728 triliun.
Investasi tersebut ditujukan untuk menciptakan lapangan kerja baru bagi palestina dan kompensasi untuk rumah-rumah yang hilang. Namun Palestina segera menolak rencana AS tersebut. (Admin/Kompas)