Spirit of Aqsa, Palestina– Serangan mendadak yang dilakukan kelompok perlawanan Hamas terhadap penjajah Israel menunjukkan kegagalan intelijen besar-besaran. Itu karena penjajah Israel tak berdaya dengan infiltrasi pejuang Hamas melintasi perbatasan selatan dan peluncuran ribuan roket.
Para ahli dan mantan pejabat intelijen mengatakan serangan Hamas melalui udara, darat, dan laut juga menimbulkan pertanyaan mengapa badan-badan intelijen Amerika Serikat (AS) tidak bisa memperkirakan hal itu akan terjadi.
Para pejabat AS mengatakan bahwa jika Israel mengetahui serangan akan segera terjadi, mereka tidak akan memberitahukannya kepada Washington.
“Kami tidak (bisa) melacak hal ini,” kata seorang pejabat senior militer AS seperti dikutip dari NBC News, Minggu (8/10/2023).
Para pejabat AS sedang mendiskusikan peningkatan pembagian intelijen dengan Israel untuk mendukung pemerintah Israel dalam menanggapi serangan Hamas, menurut seorang pejabat AS dan sumber yang mengetahui diskusi tersebut.
Informasi intelijen tambahan yang diberikan kepada Israel dapat mencakup informasi yang dikumpulkan dari drone, penyadapan, dan satelit, namun para pejabat tersebut tidak menjelaskan lebih lanjut.
Serangan gencar ini terjadi sehari setelah peringatan 50 tahun perang Arab-Israel tahun 1973 dan mengingatkan kembali konflik tersebut, ketika Israel dikepung oleh serangan terkoordinasi oleh negara-negara Arab tetangganya, yang dipimpin oleh Mesir dan Suriah.
“Ini adalah peristiwa 9/11 di Israel. Sejak tahun 1973, belum pernah terjadi kegagalan intelijen yang begitu besar di Israel,” kata Marc Polymeropoulous, yang bekerja selama 26 tahun untuk CIA, yang berspesialisasi dalam kontraterorisme, Timur Tengah dan Asia Selatan.
Badan intelijen Israel telah lama dipandang sebagai yang paling mumpuni di dunia, dengan serangkaian sumber daya intelijen manusia, penyadapan, dan sarana teknis lainnya yang mencakup Tepi Barat dan Gaza.
“Hampir tidak terbayangkan bagaimana mereka melewatkan hal ini,” kata Polymeropoulous.
Juga tidak jelas mengapa badan-badan intelijen AS tampaknya tidak melihat serangan itu terjadi, begitu juga dengan negara-negara sahabat Arab AS seperti Mesir, Yordania, Qatar dan Arab Saudi, katanya.
“Saya tercengang,” cetusnya.
Namun Colin Clarke, peneliti senior di The Soufan Center, sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada masalah keamanan global, mengatakan Israel harus memikul tanggung jawab utama karena gagal mengantisipasi serangan hari pada Sabtu pagi itu.
“Israel memiliki kemampuan pengumpulan dan analisis intelijen kelas dunia yang luar biasa dan akan memiliki gambaran yang jauh lebih baik tentang apa yang terjadi di negaranya sendiri. Hal ini jelas menjadi tanggung jawab Israel,” katanya.
Clarke menambahkan, masih menjadi pertanyaan terbuka apakah gejolak politik dalam negeri baru-baru ini di Israel mungkin berperan dalam kegagalan intelijen tersebut.
“Saya benar-benar terkejut atas kejadian sebesar ini yang terjadi dan Israel tidak tahu bahwa hal ini akan terjadi. Saya hanya terdiam,” kata Clarke, dari The Soufan Center.
“Mereka memiliki sumber di dalam kelompok-kelompok Palestina selama bertahun-tahun,” imbuhnya.
David Friedman, yang merupakan duta besar AS untuk Israel di pemerintahan Trump, mengatakan: “Selama 40 tahun atau lebih saya mengikuti Israel, saya belum pernah melihat hal ini terjadi. Saya belum pernah melihat perbatasan dilanggar dengan cara seperti ini. Biasanya, bahkan jika ada satu orang dari Gaza yang mendekati perbatasan, mereka dicegat dan dinetralisir jauh sebelum mereka dapat melakukan apa pun. Ini adalah sesuatu yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Ini tentu saja merupakan kegagalan intelijen yang besar.”
Direktur CIA William Burns dijadwalkan memberikan pidato utama pada hari Sabtu di konferensi keamanan nasional di Georgia yang diselenggarakan oleh outlet media Cipher Brief tetapi dibatalkan karena krisis di Israel, kata juru bicaranya, Tammy Thorp.
Para pejabat AS mengatakan penilaian awal menunjukkan bahwa waktu serangan Hamas terkait dengan tanda-tanda bahwa kesepakatan yang menormalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel hampir tercapai. Mereka juga mengatakan bahwa peringatan 50 tahun perang Arab-Israel tahun 1973 mungkin juga menjadi salah satu faktornya.
Setelah serangan itu, baik Hamas maupun Hizbullah mengatakan serangan itu merupakan peringatan bagi negara Muslim mana pun yang ingin melakukan perdamaian dengan Israel.
Juru bicara Hamas Ibrahim Hamad mengatakan di televisi Al Jazeera bahwa serangan terhadap Israel “benar-benar sebuah pesan” kepada negara-negara Muslim yang mengupayakan normalisasi dengan Israel. Ia mendesak mereka untuk melepaskan diri dari “rasa malu yang besar” ini.