Indonesiainside.id- Keluarga Al-Najjar kembali ke Kota Gaza, Jalur Gaza utara saat pasukan militer Israel mundur dari Khan Yunis, Jalur Gaza selatan. Saat tiba di sana, keluarga tersebut melihat rumahnya telah hancur terkena dampak pengeboman Israel.
Kendati begitu, Keluarga Al-Najjar menolak untuk mengungsi, seperti yang diinginkan Israel. Mereka tak ingin mengulangi peristiwa Nakba yang menyebabkan warga Palestina terusir dari Tanah Airnya sendiri.
Keputusan tersebut bukan perkara mudah. Ibu Iyad Al-Najjar mengatakan, keputusan tetap bertahan di Jalur Gaza memiliki konsekuensi berat. Mereka akan hidup tanpa makanan, tempat tinggal layak, bahkan kepanasan saat musim panas dan kedinginan saat musim dingin. Tapi, dia akan tetap membangun tenda dan tinggal bersama sang suami, anak, da cucu.
“Saya akan membuat tenda untuk kami tinggal. Tapi di mana kita akan tinggal? Kamu tahu, di tenda itu panas, siang hari ada api, malam hari ada salju. Bagaimana perasaan kami di sana? Tidak ada makanan, tidak ada air seperti orang lain, tidak ada kesehatan seperti orang lain,” kata Ibu Iyad, dikutip Aljazeera Arabic, Selasa (9/4/2024).
Ibu Iya menjelaskan, situasi di tenda memang terasa aneh. Bukan tanpa alasan. Itu karena mereka tidak bisa bertemu dengan kerabat untuk duduk bersama dan bercengkrama. 33 ribu lebih telah syahid.
“Situasi kami di tenda itu aneh. Semua orang di sekitar kita aneh. Kita tidak bisa menemukan kerabat untuk duduk bersama dan berbicara. Semuanya hancur, Alhamdulillah, kita tetap tinggal di depan rumah kita, tetapi banyak kerabat kita yang meninggal. Tidak ada hari raya, tidak ada rumah yang tidak ada korban, tidak ada rumah yang tidak ada syahid,” ujar Ibu Iyad.
Ibrahim Al-Najjar, suami Ibu Iyad, mengaku selalu bersyukur atas apa yang didapatkan. Sebelum perang pembantaian terjadi di Jalur Gaza, Ibrahim bisa menghidupi keluarga. Meski hidup di garis kemiskinan, namun Ibrahim bisa menyekolahkan anak hingga menanggung biaya rumah sakit.
“Saya selalu bahagia dan selalu diberi kebaikan oleh Allah. Mereka tidak meninggalkan kita dengan apa pun,” tutur Ibrahim.
“Kami memiliki kambing, sapi, semuanya hilang. Ada 250 domba selain sapi dan lembu, dan kami memotong dan menjual daging dan makan daging. Saya punya rumah yang lebih baik dari segalanya, saya tinggal di sini dan akan mati di sini,” tutur Ibrahim.