Spirit of Aqsa– Ahmad Saad, seorang pemuda berusia 20-an yang kehilangan kaki akibat perang, merasa sangat bersyukur dan terkejut setelah menerima prostesis kaki buatan pemuda Gaza. Kaki palsu itu dibagikan secara gratis dan diinisiasi dua bersaudara spesialis terapi okupasi dan prostesis, Salah dan Abdullah Salmi.

Kedua bersaudara ini meluncurkan inisiatif untuk membantu korban amputasi akibat pembantaian Israel yang terus berlangsung di Gaza sejak 7 Oktober 2023. Mereka mendesain dan membuat prostesis sederhana dengan menggunakan pipa saluran air, kayu, dan bahan-bahan sederhana lainnya yang didaur ulang.

Prestasi Besar di Tengah Pembantaian

Saad (25 tahun) kehilangan salah satu kakinya dan sebagian dari kaki lainnya dalam serangan Israel yang menargetkan sebuah sekolah di Kota Gaza. Dia dan keluarganya terpaksa mengungsi dari rumah mereka di lingkungan Shujaiya, dan dalam serangan itu, banyak anggota keluarganya tewas. Saad terluka parah dan baru dibawa ke rumah sakit beberapa hari kemudian.

Dokter terpaksa mengamputasi kaki Saad, yang membuatnya menjadi penyandang disabilitas. Namun, Saad tetap berharap untuk bisa berjalan kembali. Ia menghubungi Salah dan Abdullah untuk mendapatkan prostesis, meskipun sederhana, yang menurutnya adalah “prestasi besar dan mengagumkan” di tengah perang yang brutal dan blokade yang melumpuhkan Gaza.

Bagi Saad, prostesis ini memungkinkan dia untuk menjadi lebih mandiri sementara menunggu akhir perang dan pemasangan prostesis yang lebih baik dan lebih kokoh.

Di bagian selatan Gaza, yang dihuni sekitar 90% populasi dan pengungsi (sekitar dua juta orang), tidak ada pusat khusus yang menyediakan prostesis. Sementara itu, Rumah Sakit Sheikh Hamad untuk rehabilitasi dan prostesis serta pusat khusus lainnya di Gaza dan utara Gaza tidak dapat beroperasi karena serangan langsung atau isolasi yang parah yang memisahkan utara dan selatan 

Inspirasi dari Pengalaman Pribadi

Salah Salmi, seorang spesialis terapi okupasi, mengaku bahwa inisiatif ini terinspirasi dari pengalaman pribadinya saat ditahan. 

“Saya ditahan oleh pasukan Israel saat mengungsi dari Gaza menuju selatan melalui pos pemeriksaan Netzarim yang mereka klaim aman. Saya ditahan selama 47 hari dengan tangan dan kaki terikat,” ujarnya, dikutip Al Jazeera, Senin (12/8/2024).

Pengalaman tersebut membuat Salah merasakan bagaimana rasanya menjadi penyandang disabilitas. “Perasaan saya saat tangan dan kaki terikat mirip dengan perasaan ketidakberdayaan yang dialami oleh mereka yang diamputasi,” tambahnya.

Setelah dibebaskan, Salah berdiskusi dengan saudaranya, Abdullah, yang merupakan spesialis prostesis dan alat bantu, tentang bagaimana mereka bisa membantu korban amputasi akibat perang. Mereka kemudian memutuskan untuk mendesain dan membuat prostesis sederhana dengan mendaur ulang bahan-bahan lokal. 

“Kami berhasil membuat prostesis sederhana dengan sumber daya yang ada, namun bagi penyandang disabilitas, ini adalah pencapaian besar yang memudahkan kehidupan mereka,” kata Salah.

Prostesis yang mereka buat terdiri dari kayu dan pipa plastik yang biasa digunakan untuk air dan saluran pembuangan. Salah dan Abdullah bekerja sama dalam mendaur ulang dan memodifikasi bahan-bahan tersebut untuk menciptakan prostesis yang nyaman dan membantu korban perang menjalani kehidupan sehari-hari mereka.

Kedua bersaudara ini telah berhasil membuat beberapa prostesis untuk korban amputasi, baik yang statis di bawah lutut maupun yang bergerak dengan sendi. Meskipun bahan yang digunakan sederhana, Abdullah menyatakan bahwa mendapatkan bahan-bahan tersebut tidaklah mudah karena kelangkaan di pasar, dan mereka harus membiayai sendiri pembelian serta penyediaan bahan-bahan tersebut.

Menurut data resmi lokal dan internasional, pembantaian telah menyebabkan lebih dari 11 ribu kasus amputasi, termasuk 4 ribu kasus pada anak-anak, yang tidak mendapatkan prostesis dan perawatan yang mereka butuhkan di wilayah Gaza yang terblokade.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here