Sedikitnya 11 warga Palestina terluka akibat tembakan artileri Israel yang menghantam sebuah kawasan di Kota Gaza, Rabu (18/12). Serangan itu terjadi di wilayah yang sebelumnya telah ditinggalkan pasukan Israel sesuai kesepakatan gencatan senjata.
Sumber-sumber medis menyebutkan, seluruh korban luka telah dilarikan ke rumah sakit di Jalur Gaza untuk mendapatkan perawatan. Kondisi mereka mencerminkan rapuhnya rasa aman warga sipil, bahkan di area yang secara formal telah dinyatakan bebas dari operasi militer.
Sejumlah saksi mata menuturkan, sebuah peluru artileri jatuh tepat di tengah kerumunan warga di kawasan Al-Samer, Kota Gaza. Dentuman itu memecah rutinitas warga yang berusaha bertahan hidup di tengah jeda perang yang seharusnya memberi ruang bernapas.
Wilayah yang disasar termasuk dalam zona penarikan pasukan Israel pada fase pertama perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan dengan Hamas, yang mulai berlaku pada 10 Oktober lalu. Namun fakta di lapangan menunjukkan, kesepakatan itu masih rapuh dan kerap dilanggar.
Hingga kini, militer Israel masih menguasai sabuk selatan dan timur Jalur Gaza, serta sebagian besar wilayah Gaza Utara. Totalnya, sekitar 60 persen wilayah Gaza masih berada di bawah kendali pendudukan.
Klaim Versi Israel
Menanggapi insiden tersebut, militer Israel mengklaim tembakan ke Kota Gaza bukan merupakan serangan udara, melainkan akibat peluru artileri yang “menyimpang dari sasaran”. Mereka berdalih, peluru itu ditembakkan saat operasi penghancuran infrastruktur di wilayah yang mereka sebut berada “di dalam garis kuning”, namun melenceng jauh dan justru menghantam pusat Kota Gaza.
Klaim itu muncul di tengah catatan panjang pelanggaran gencatan senjata. Otoritas resmi di Gaza mencatat, Israel telah melakukan ratusan pelanggaran sejak kesepakatan diteken, yang menyebabkan 394 warga Palestina gugur syahid.
Perang genosida Israel di Gaza (yang dimulai pada 8 Oktober 2023 dan berlangsung selama dua tahun) telah merenggut lebih dari 70 ribu jiwa syahid dan melukai lebih dari 171 ribu orang. Anak-anak dan perempuan menjadi kelompok paling terdampak.
Di luar korban manusia, kehancuran fisik Gaza juga nyaris tak terbayangkan. Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan biaya rekonstruksi wilayah itu mencapai sekitar 70 miliar dolar AS, sebuah angka yang mencerminkan luasnya luka yang ditinggalkan perang, luka yang belum sempat sembuh, namun kembali disayat oleh dentuman meriam.
Sumber: Al Jazeera, Anadolu










