Spirit of Aqsa- Seorang remaja Palestina, Yusuf Fuad Fuqaha, syahid setelah ditembak pasukan teroris Israel di dekat kota Sinjil, utara Ramallah, pada Senin sore (2/6). Alasan penembakan? Klaim klasik: melempar batu ke arah kendaraan pemukim Israel.
Sementara dunia menyaksikan jutaan umat Islam berhaji ke Tanah Suci, di tanah para nabi ini, ribuan keluarga Palestina masih berkabung, dihantui peluru dan pengusiran.
Tak hanya itu. Tiga warga Palestina lainnya ditangkap di gerbang desa Nabi Saleh. Di Jenin dan sekitarnya, suasana terus memanas. Di desa Misliya, seorang pemuda kembali ditangkap. Sementara di desa Fahma, bentrokan sengit meletus usai pasukan Israel menyerbu rumah warga. Drone militer berputar di langit, bayang-bayang invasi terus menghantui.
Di Nablus, pengepungan militer menyasar desa-desa seperti Beit Furik, Madama, dan Burin. Setiap jengkal tanah Palestina kini tak lagi aman dari sepatu lars dan peluru penjajah.
Di Al-Quds, tragedi lainnya mengoyak satu keluarga. Mereka dipaksa menghancurkan sendiri rumah mereka di Beit Hanina. Sepuluh orang kehilangan atap tempat berteduh, sementara Mei lalu tercatat sebagai bulan tergelap bagi warga Al-Quds—rekor jumlah rumah yang dihancurkan oleh penjajah.
Ironisnya, semua ini berlangsung di tengah pembiaran internasional. Di balik layar pembantaian di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 54 ribu jiwa, Tepi Barat juga terus berdarah. Setidaknya 972 warga Palestina telah syahid, sekitar 7.000 terluka, dan lebih dari 17.000 lainnya dijebloskan ke penjara.
Di hadapan agresi yang terus meningkat ini, suara keadilan tak boleh diam. Dunia tak bisa menutup mata dari sebuah kenyataan: Palestina tidak hanya berjuang melawan peluru, tapi juga melawan diamnya nurani umat manusia.