Gempuran tanpa henti Israel kembali mengguncang Gaza sejak Sabtu dini hari (19/4), menyebabkan 53 warga Palestina gugur syahid dalam sehari. Serangan menargetkan wilayah padat penduduk dari utara hingga selatan Jalur Gaza, termasuk tenda-tenda pengungsian yang selama ini menjadi satu-satunya tempat berlindung bagi warga yang kehilangan rumah.

Di Beit Lahiya, Gaza Utara, empat orang syahid akibat serangan udara brutal. Sementara itu di Jalan Abu Hasira, Gaza Barat, lima warga, termasuk dua anak, meninggal dunia saat bom Israel menghantam tenda pengungsi. Belasan lainnya luka-luka.

Tak jauh dari sana, di Hayy at-Tuffah, Gaza Timur, seorang kakek dan seorang anak perempuan juga syahid ketika jet tempur Israel membombardir rumah keluarga Ghazal. Korban luka, mayoritas perempuan, dilarikan ke RS al-Shifa dengan kondisi luka sedang. Kawasan ini terus menjadi sasaran serangan artileri dan udara setiap hari, menyebabkan korban jiwa di antara warga sipil yang terperangkap di dalamnya.

Di Khan Younis, Gaza Selatan, satu keluarga kembali hancur. Seorang ayah dan putrinya gugur syahid dalam serangan udara di wilayah al-Mawasi. Beberapa jam kemudian, drone Israel menargetkan sekelompok warga sipil di kamp pengungsi, menewaskan seorang pemuda dan ibunya.

Gaza Kehabisan Segalanya

Sementara itu, krisis kemanusiaan memburuk dengan cepat. Kementerian Kesehatan Palestina mencatat total korban agresi Israel sejak 7 Oktober 2023 kini mencapai 51.157 syahid dan 116.724 luka-luka. Hanya dalam 48 jam terakhir, 92 jenazah dibawa ke rumah sakit, bersama 219 korban luka. Ratusan lainnya masih tertimbun di bawah puing-puing, tak bisa dijangkau tim penyelamat akibat hujan bom yang terus menghantam.

Laporan terbaru UNICEF menyebut rumah sakit anak di Gaza kini kehabisan peralatan medis, dan bekerja dalam kondisi “tak manusiawi”. Komisi PBB untuk Kemanusiaan pun menyebut situasi di Gaza sebagai “pendudukan yang mencekik dan pemusnahan yang disengaja.”

“Lebih dari 50 hari, tidak ada makanan, obat, atau bahan bakar yang diizinkan masuk ke Gaza,” tulis pernyataan resmi lembaga tersebut. Persediaan air menipis drastis, gudang makanan PBB hampir kosong, dan rumah sakit penuh sesak dengan korban luka.

“Kami Tak Bisa Menangani Kelaparan dan Penyakit”

Amjad al-Shawa, Direktur Jaringan Organisasi Kemanusiaan Gaza, memperingatkan bahwa bencana kelaparan sudah di ambang tak terkendali.

“Obat dan makanan di Gaza sudah habis. Anak-anak mulai menunjukkan gejala kekurangan gizi parah. Pasien penyakit kronis tidak mendapat perawatan karena tak ada obat dan makanan khusus. Persediaan air bersih warga kini di bawah 6 liter per hari. Kami sudah tak mampu menangani ini semua,” ungkapnya kepada Al Jazeera.

Didukung AS, Genosida Terus Berlangsung

Dengan dukungan politik dan senjata dari Amerika Serikat, Israel terus melanjutkan agresi yang telah menewaskan lebih dari 167 ribu warga Palestina gugur atau luka-luka, mayoritas dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Di antara puing reruntuhan, lebih dari 11 ribu orang masih hilang.

Sementara dunia menonton, Gaza terus berdarah. Dan seruan untuk menghentikan pembantaian ini bergema dari puing-puing yang tak lagi menyisakan rumah, dari anak-anak yang tak punya tempat tidur, dan dari para ibu yang menggenggam jenazah anak-anaknya di bawah langit yang terus meraung.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here