Spirit of Aqsa- Kejaksaan Israel secara resmi mengajukan dakwaan kepada Pengadilan Perdamaian Israel terhadap Sheikh Ikrima Sabri, khatib Masjid Al-Aqsa dan Ketua Dewan Tinggi Islam diAl-Quds. Dakwaan tersebut diajukan pada Rabu (26/7/2024).
Dakwaan tersebut mencakup dua tuduhan terkait pidato yang disampaikan Sheikh Sabri pada tahun 2022 di rumah duka untuk syahid Uday Tamimi di Kamp Shuafat, Al-Quds, dan Raad Khazem di Kamp Jenin, Tepi Barat bagian utara.
Pengacara Khaled Zabarqa, salah satu pembela Sheikh Sabri, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pidato yang dicantumkan dalam dakwaan “berkaitan dengan martabat syahid dalam Islam.” Kejaksaan Israel menganggap hal tersebut sebagai “dukungan terorisme” dan meminta pengadilan untuk menghukum Sheikh Sabri yang berusia 86 tahun.
Dalam tanggapannya terhadap dakwaan tersebut, Zabarqa mengatakan bahwa kelompok-kelompok Yahudi ekstremis telah berusaha selama bertahun-tahun untuk mengkriminalkan Sheikh Ikrima Sabri. “Tujuan dari kriminalisasi ini bersifat politis, karena kelompok-kelompok ini berhadapan secara konfrontatif dengan pidato keagamaan Islam dan berusaha membungkam setiap suara kuat dan berpengaruh terkait Yerusalem dan Al-Aqsa.”
Menurut Zabarqa, suara Sheikh Sabri adalah suara Yerusalem dan Al-Aqsa yang didengar secara lokal dan internasional. Pidatonya yang ilmiah, profesional, dan keagamaan mengungkapkan serta memperingatkan kebijakan-kebijakan Israel, sehingga upaya untuk membungkamnya telah dimulai sejak lama. “Usaha untuk mengkriminalkan suara ini sekarang dilakukan karena kelompok ekstremis mengetahui bahwa tahap ini adalah titik penting dalam sejarah Yerusalem dan Al-Aqsa,” tambah Zabarqa.
Mengenai langkah selanjutnya dalam proses hukum, Zabarqa menjelaskan bahwa Pengadilan Perdamaian akan menentukan jadwal sidang dakwaan, setelah itu proses hukum akan berlanjut. “Namun, ini bukanlah proses hukum yang sebenarnya, melainkan pengejaran politik, intelektual, dan agama dengan memanfaatkan kedok hukum.”
Zabarqa menyebut pengajuan dakwaan ini sebagai “kejahatan” karena dilakukan terhadap figur terkemuka sebesar Sheikh Ikrima Sabri pada saat yang sangat kritis. Dia juga menghubungkan kasus Sheikh Raed Salah dan Sheikh Ikrima Sabri sebagai bagian dari pengejaran intelektual untuk membungkam suara terkait Yerusalem dan Al-Aqsa.
Zabarqa menegaskan bahwa pihak berwenang Israel ingin menekan setiap suara yang menyadari identitas Palestina, termasuk tempat-tempat suci dan geografisnya, serta membentuk kesadaran masyarakat. “Siapapun yang menghambat proyek mereka dianggap sebagai ancaman yang harus dihilangkan.”
Sheikh Ikrima Sabri pertama kali menyampaikan khutbah di Mimbar Masjid Al-Aqsa pada tahun 1973, dan telah melakukannya selama 51 tahun berturut-turut. Namun, pidato-pidatonya tidak disukai oleh otoritas Israel, yang telah mulai mengejarnya sejak tahun 2000 saat Intifada Kedua meletus.
Sejak saat itu hingga kini, Sheikh Sabri sering dipanggil, ditangkap, dan diinterogasi, serta dikenakan hukuman larangan masuk ke Masjid Al-Aqsa, larangan bepergian, dan ancaman pembongkaran rumahnya di kawasan Al-Suwwana dekat Masjid Al-Aqsa.