Spirit of Aqsa- Media Israel menyoroti kekurangan serius dalam jumlah personel militer yang dihadapi oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di tengah meningkatnya operasi di perbatasan utara melawan Hizbullah. 

Menurut Nir Dvori, reporter bidang militer dari Channel 12 Israel, komando wilayah utara berupaya mengalokasikan personel hanya untuk lokasi-lokasi dengan prioritas operasional tinggi, mengingat meningkatnya jumlah korban tewas dan luka di kalangan tentara.

“Masih ada kelompok-kelompok perlawanan aktif di wilayah tersebut, dan pertempuran terus berlangsung. Dalam sepekan terakhir, korban dari Brigade Golani semakin bertambah. Situasi ini sangat sulit bagi mereka, dan mereka membutuhkan dukungan kita,” ujarnya. 

Sementara itu, Yossi Yehoshua, analis militer dari Channel 24, menjelaskan bahwa IDF kini menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan kekuatan personelnya. “Militer telah memberi tahu otoritas politik bahwa mereka berada di ambang batas kemampuan. Saat ini, kami membutuhkan 7.500 pejuang tambahan,” ungkapnya. 

Sebagai solusi, IDF menargetkan merekrut 4.800 warga Yahudi Haredi (ultra-Ortodoks) pada tahun ini, meningkat signifikan dibandingkan 1.200 yang direkrut tahun sebelumnya. 

Hizbullah

Pada aspek keamanan, ahli pertahanan nasional dan wilayah utara, Kobi Marom, mencatat bahwa Hizbullah menunjukkan kemampuan pemulihan cepat, baik dalam hal komando maupun intensitas serangan rudal. 

Marom menyoroti insiden terbaru di mana sebuah drone milik Hizbullah terbang selama hampir 40 menit di wilayah udara Israel utara. Peristiwa ini memicu sirene peringatan bagi jutaan warga Israel, mulai dari perbatasan Lebanon hingga area Haifa. Drone tersebut akhirnya meledak di pangkalan militer Elyakim, melukai dua tentara. 

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa sejak 7 Oktober 2023, lebih dari 2.300 drone telah diluncurkan dari tujuh arah berbeda, menyebabkan 15 kematian di pihak Israel. 

Politik dan Kepemimpinan Netanyahu

Dalam ranah politik, Dana Weiss, analis politik dari Channel 12, memaparkan hasil survei terbaru yang mengukur kepercayaan publik terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Survei ini mempertanyakan kemampuannya memimpin pemerintahan di tengah proses hukum yang sedang dihadapinya. 

Hasilnya, 50% responden menyatakan Netanyahu tidak mampu menjalankan tugasnya secara efektif, sementara 42% berpendapat sebaliknya. 

Survei juga mencermati stagnasi dalam negosiasi terkait pertukaran tahanan. Sebanyak 52% responden meyakini hal ini disebabkan oleh pertimbangan politik, sementara 36% menilai alasan tersebut bersifat objektif. Weiss menyebut hasil ini sebagai “indikasi yang sulit dan menyakitkan,” menambahkan bahwa masyarakat Israel melihat ketiadaan kesepakatan tahanan sebagai akibat dari dinamika partisan. 

Sumber: Al-Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here